Remunerasi Bukan Kenaikan Gaji

Kamis, 01 April 2010 , Posted by DIKLATPIM TIGA DEP PU 23 at 20.00


JAKARTA-Terungkapnya kasus markus pajak Rp 28 miliar yang melibatkan aparat pajak Gayus Tambunan tak boleh membuat program reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan berhenti. Sebab, ini bukan kasus satu-satunya di Indonesia dan bukan menjadi alasan tepat untuk memberhentikan program reformasi birokrasi.

’’Karena ada saja case by case yang seperti itu. Itu tetap harus ditindak. Tapi jangan karena itu reformasi birokrasi jadi berhenti,’’ ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian M Hatta Rajasa usai melantik pejabat eselon I dan II di kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta.

Munculnya kasus ini juga membuat remunerasi yang dilakukan pemerintah dianggap kurang berhasil. Sebagian masyarakat pun meminta remunerasi dibatalkan. Namun, Hatta mengatakan, remunerasi yang dilakukan di sejumlah kementerian merupakan konsekuensi logis dari sebuah reformasi birokrasi. ’’Remunerasi ini jangan dianggap sebagai suatu tambahan atau kenaikan gaji, melainkan bagian dari sebuah pelaksanaan reformasi birokrasi,’’ kata Hatta.

Reformasi birokrasi, lanjut Hatta, ada tim penilainya. Tim penilai banyak sekali. Karena itu, tidak semua atau belum semua kementerian menerima remunerasi. Dalam reformasi birokrasi tersebut, kata Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut, ada yang disebut debirokrasi. Masalah-masalah organisasi, sumber daya manusia, dan bisnis proses ada key performance indicator (KPI)-nya.

’’Kalau itu semua sudah, remunerasi itu mengikuti saja,’’ terang pria kelahiran Palembang, Sumatera Selatan, ini.
Hatta berharap, masyarakat harus bisa memilah-milah masalah yang terjadi. Misalnya kasus penggelapan pajak yang dilakukan Gayus Tambunan. Persoalan yang dilakukan mantan staf di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan ini adalah masalah hukum.
’’Kita jangan menggeneralisasi sesuatu. Kita dudukkan dalam porsinya. Jangan terus kita menggeneralisasi,’’ pinta pria berambut putih tersebut.

Disinggung mengenai evaluasi reformasi birokrasi, kata Hatta, semuanya sudah ada tim yang menangani. Tim tersebut cukup kuat untuk memberikan penilaian. Jangan sampai reformasi birokrasi berhenti. Meskipun dalam melakukan reformasi birokrasi tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan.

’’Reformasi birokrasi terus-terusan, karena pada akhirnya ada sesuatu yang kita sebut self responsibility. Perilaku yang menyangkut integritas, misalnya antikorupsi,’’ papar mantan Menteri Perhubungan tersebut.Dijelaskan Hatta, kontribusi pajak untuk pendapatan pemerintah memang besar. Namun, kasus yang terjadi tidak lantas mengurangi jumlah pendapatan pemerintah. Apalagi, jika kasus ini bisa diselesaikan aparat penegak hukum. ’’Menteri Keuangan sudah mengatakan reformasi birokrasi tetap berjalan. Saya mendukung itu, ada saja kasus-kasus yang terjadi. Itu semua harus ditindak. Bukan lantas karena itu, reformasi birokrasi berhenti. Yang lain kan terus berjalan,’’ tegas mantan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) ini.

Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men-PAN & RB) EE Mangindaan menilai, pemberian remunerasi atau tunjangan kinerja bagi birokrat tidak akan mengubah mental korup. Remunerasi hanya menjadi dukungan bagi aparatur untuk bekerja lebih baik dan profesional.

’’Seketat apapun sistem yang pemerintah buat, kalau mental aparaturnya sudah jelek tidak akan jalan sistemnya. Pemberian remunerasi sebenarnya untuk meningkatkan kinerja aparatur agar fokus pada pekerjaan dan tidak melakukan hal menyimpang,’’ kata Mangindaan.

Namun demikian, Mangindaan meminta agar masyarakat tidak apriori dan menyamaratakan bahwa pemberian tunjangan kinerja sia-sia. Sebab, di beberapa instansi banyak juga aparatur yang kinerjanya bertambah baik. Menurut mantan Ketua Komisi II DPR ini, hasil laporan audit BPK maupun laporan sistem akuntabilitas kinerja atas instansi pemerintah menunjukkan adanya grafis peningkatan.
Sedangkan Deputi Bidang SDM dan Aparatur Kementerian PAN dan RB Ramli Naibaho mengatakan, dalam pemberian remunerasi itu tim reformasi birokrasi harus lebih memperketat pengawasan.

Jika ditemukan ada aparatur negara yang melakukan tindakan pelanggaran harus direkomendasikan agar remunerasinya dipotong atau tidak diberikan sama sekali. ’’Pengawasan ini menjadi sesuatu yang sangat penting dalam reformasi birokrasi. Di Ditjen Bea dan Cukai pada zamannya Anwar Supriyadi juga pernah terjadi. Meski dapat remunerasi tinggi, sebagian mereka tetap korup, sampai akhirnya Pak Anwar, sekarang sudah pensiun, memanggil KPK untuk sidak,’’ terang dia. (art/cdl)

Bookmark and Share

Currently have 0 komentar:

Leave a Reply

Posting Komentar