ReviewReviewReviewReview PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

Sabtu, 03 April 2010 , Posted by DIKLATPIM TIGA DEP PU 23 at 09.23

Menurut Mathis Wackernagel (1996) dalam Supadmo, Arif Sigit (2001), dalam bukunya “Ecologycal Footprint” menyatakan bahwa peningkatan penduduk serta peningkatan konsumsi materi dan energi - menjadi lambang kemakmuran- di satu pihak ; namun di pihak lain terjadi keterbatasan sumber daya. Di seluruh dunia telah terjadi proses desertifikasi sebesar 6.000.000 ha/tahun. Proses deforestasi 17.000.000 ha/tahun. Proses erosi dan oksidasi tanah 26.000.000.000 ton/tahun serta proses hilangnya spesies-spesies tertentu sebesar 17.000 jenis/tanam.


Dari data di atas dpat kita lihat bahawa pembangunan tidak saja menghasilkan manfaat tetapi juga resiko. Pencemaran dan pengrusakan adalah dua resiko yang tidak dapat dihindari dalam rangka menjalankan pembangunan. Akibat pembangunan manusia sebagai penghuni Bumi ini paling tidak saat ini telah berhutang sekitar antara 16 trilyun dollar AS hingga 54 trilyun dollar AS pertahun, atau rata-rata 33 trilyun dollar AS atau kurang lebih Rp.66.000 trilyun setahun untuk segala materi “gratis” seperti udara, air dan pangan, demikian hasil perhitungan yang dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh Robert Constanza dan disponsori oleh National Centre for Ecological Analysis and Synthesis di Santa Barbara, California (Kompas, 16 Mei 1997). Perkiraan inipun lanjut mereka adalah perkiraan minimum.

Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkanya. Perusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan atau hayati lingkungan, yang mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkesinambungan. Pencemaran dan perusakan lingkungan menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan dan kurang nyamannya kehidupan dan bahkan bisa mengancam kehidupan manusia.

Masalah pencemaran lingkungan yang berakibat kualitas SDA menurun karena pembangunan yang selama ini dilakukan secara konvesional, dengan cara memacu pertumbuhan dan aktivitas ekonomi sehingga mengakibatkan terjadi peningkatan eksploitasi sumber daya alam (SDA). Peningkatan eksploitasi SDA akan mengakibatkan kerusakan alam, tanah, air, udara dan keanekaragaman hayati baik secara langsung maupun bertahap. Dari masalah inilah kemudian orang sadar bahwa perlu adanya pemikiran yang mempertimbangkan kelestarian SDA dan lingkungan agar pembangunan ini berkelanjutan. Konsep ini dikenal dengan “pembangunan berkelanjutan” yang menyatakan bahwa pembangunan ini harus memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menurut UU No. 23 Tahun 1997, Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi yang akan datang.

Saat ini sangat diperlukan pembangunan yang tepat dalam pengelolaan air, sering kali sumber daya air diperlakukan sebagai sumber mineral sehingga dieksploitasi besar-besaran tanpa memperhatikan konsep pelestariannya.

Beberapa waktu lalu, Menteri Negara Lingkungan Hidup Nabiel Makarim menyebutkan, parahnya krisis sumber daya air akibat penyedotan air tanah secara berlebihan, lebih khusus di wilayah Jakarta. Dengan tingkat pengambilan air tanah sebesar 33 juta kubik setiap tahun, diperkirakan pemanfaatan potensi air tanah Jakarta secara aman hanya sampai 10 tahun mendatang.

Mengutip analisis Bank Dunia, jika efisiensi pengelolaan air tidak ditingkatkan, pada musim kemarau akan terjadi defisit air irigasi sebesar 22 milyar meter kubik. Di kawasan Jabotabek, krisis air ditandai dengan rendahnya tingkat pelayanan fasilitas air bersih. Di Jakarta sendiri, pelayanan fasilitas air bersih baru menjangkau 43 persen dari total penduduk.

2.2 Sumber Daya Air

Berdasarkan UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Pengelolaan sumberdaya air didefinisikan sebagai aplikasi dari cara struktural dan non-struktural untuk mengendalikan sistem sumberdaya air alam dan buatan manusia untuk kepentingan/manfaat manusia dan tujuan-tujuan lingkungan (Kodoatie Robert J dkk, 2002).

Sumber daya air merupakan bagian dari sumber daya yang mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan sumber daya alam lainnya. Air adalah sumber daya yang terbarui, bersifat dinamis mengikuti siklus hydrologi yang secara alamiah berpindah-pindah serta mengalami perubahan bentuk dan sifat. Tergantung dari waktu dan lokasinya, air dapat berupa zat padat sebagai es dan salju, dapat berupa air yang mengalir serta air permukaan. Berada dalam tanah sebagai air tanah, berada di udara sebagai air hujan, berada di laut sebagai air laut, dan bahkan berupa uap air yang didefinisikan sebagai air udara.

Dewasa ini permasalahan yang cenderung dihadapi oleh pemerintah maupun masyarakat dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya air meliputi ; (1) adanya kekeringan di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan; (2) persaingan dan perebutan air antara daerah hulu dan hilir atau konflik antara berbagai sektor; (3) penggunaan air yang berlebihan dan kurang efisien; (d) penyempitan dan pendangkalan sungai, danau karena desakan lahan untuk pemukiman dan industri; (e) pencemaran air permukaan dan air tanah ; (f) erosi sebagai akibat penggundulan hutan.

Permasalahan air yang semakin komplek ini menuntut kita untuk mengelolah sumberdaya air sehingga dapat menunjang kehidupan masyarakat dengan baik. Berdasarkan UU No 7/2004 tentang Sumberdaya Air, Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.


2.3 Pengelolaan Sumberdaya Air

Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan, bahwa :
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat secara adil dan merata”. Selanjutnya pasal ini dijelaskan lebih lanjut dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, bahwa:
1. Sumber Daya Air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat serbaguna untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat di segala bidang baik sosial, ekonomi, budaya, politik maupun bidang ketahanan nasional
2. Dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun, dan kebutuhan air yang cenderung meningkat sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat, sumberdaya air harus dikelola, dipelihara, dimanfaatkan, dilindungi dan dijaga kelestariannya dengan memberikan peran kepada masyarakat dalam setiap tahapan pengelolaan sumberdaya air.
3. Pengelolaan sumberdaya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan antar wilayah, antar sektor, dan antar generasi dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.

Pernyataan pasal-pasal kedua undang-undang di atas mengingatkan kepada pengelola sumberdaya air tentang pentingnya peran air bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Hal tersebut jelas terlihat dalam permasalahan krisis air Jakarta, di mana permasalahan pengelolaan sumber daya air di Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane sebagai pemasok air baku bagi Jakarta sangat berkorelasi dengan permasalahan ekosistem di wilayah sekitarnya, yaitu Kawasan Jabodetabek-Punjur.

Salah satu cara yang harus diperhatikan dalam pengelolaan air adalah pengelolaan yang berdasarkan pada ‘watershed’ (Daerah Aliran Sungai/DAS). Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Dengan pengelolaan air berdasarkan DAS maka diharapkan akan tercipta kesinambungan sumber daya air karena air tidak bisa dilihat satu bagian wilayah saja. Pengelolaan air pada suatu daerah tidak bisa begitu saja hanya memperhatikan variabel–variabel hidrologis pada wilayah itu saja. Bahkan, pengelolaan Waduk Saguling untuk keperluan PLTA, misalnya, tidak bisa hanya memperhatikan variabel–variabel disekitar waduk. Seluruh masalah pengelolaan sumber daya air harus memperhitungkan keseluruhan DAS karena bagaimanapun juga bahkan sebuah titik di ujung terluar DAS pun memiliki pengaruh terhadap keberadaan dan kualitas air di sungai utama. Jadi Pengelolaan sumber daya air yang bersifat parsial harus ditinggalkan.

Selain itu, untuk mengelola sumber daya air berbasis DAS ini, kita harus mengacu pada aspek–aspek yang ada dalam DAS tersebut. “Bukan hanya dibatasi pada aspek fisika saja. Tapi juga sosial–budaya, kualitas air, aktivitas industri, politik, ekonomi, demografi (kependudukan).

2.4 Peran Pemerintah Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air

Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945, RUU SDA mengamanatkan bahwa sumber daya air dikuasai oleh negara dan di-pergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Atas penguasaan sumber daya air oleh negara tersebut, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan melakukan pengaturan hak atas air. Penguasaan negara atas sumber daya air tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional daerah setempat.

Seperti yang kita ketahui selama ini air digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan , untuk pertanian rakyat yang berada dalam sistem irigasi. Pengambilannya tidak memerlukan izin dari pemerintah pusat atau daerah. Dengan tidak diperlukannya izin tersebut, maka dinas atau instansi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya air harus memperhitungkan dengan cermat kebutuhan air untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian, serta sisa ketersediaan air yang ada, sebelum menetapkan dan memberikan alokasi air untuk keperluan perusahaan dan keperluan lainnya.

Pengusahaan sumberdaya air merupakan salah satu lingkup pendayagunaan sumberdaya air, dengan maksud sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya air untuk tujuan usaha dan atau menunjang kegiatan usaha.

Dalam UU No 7/2004 mengatur bahwa sumberdaya air yang meliputi satu wilayah sungai secara keseluruhan (dari hulu ke hilir) hanya dapat dilaksanakan oleh BUMN/BUMD pengelolah sumberdaya air atau kerja sama antara keduanya. Dengan ketentuan tersebut tidak mungkin ada pratek pengalihan, penyerahan atau pelimpahan pengelolaan sumberdaya air suatu secara keseluruhan kepada pihak swasta atau perorangan. Sebagai contoh, Perum Jasa Tirta I di Malang dan Perum Jasa Tirta II di Purwakarta adalah BUMN pengelolah sumberdaya air yang dibentuk berdasarkan peraturan peraturan pemerintah. Usaha pengelolaan sumberdaya air juga dapat dilakukan oleh pihak swasta, usaha perorangan, badan usaha atau kerja sama antar badan usaha (seperti PLN, PDAM). Meskipun demikian peran pengusahaan ini hanya sebatas pada penggunaan air di lokasi tertentu sesuai dengan alokasi yang ditentukan dalam perizinan yang diberikan pemerintah pusat atau daerah.

Hal yang perlu kita perhatikan adalah bahwa pemerintah tidak melakukan “pengalihan saham perusahaan kepada pihak swasta”. Artinya pihak swasta dan perorangan tidak dapat dikatakan menguasai sumber airnya. Pemerintah akan mengatur alokasi air baku untuk kegiatan usahanya. Hal ini juga diperkuat dengan adanya kewajiban pengusahaan sumberdaya air untuk melakukan konsultasi publik atas rencana pengusahaan sumberdaya air yang bersangkutan, sebelum rencana tersebut dimintakan izinnya kepada Pemerintah pusat/daerah.

2.5 Model Pengelolaan Air Di Jepang

Jepang yang terletak di wilayah Sirkum-Pasifik mempunyai keunikan karakteristik sumberdaya air tersendiri. Daerah ini memiliki sungai-sungai pendek dan tergolong curam mengakibatkan pola distribusi siklus air menjadi sangat unik. Banyaknya gunung dan bukit serta sungai yang sempit dan curam tersebut mengakibatkan hujan yang jatuh di daerah hulu mengalir dengan cepat ke laut dan yang terserap kedalam tanah hanya dalam jumlah yang terbatas. Rata-rata curah hujan di Jepang setiap tahunnya di atas 1600 mm, yang terjadi pada musim hujan antara bulan Juni-Oktober. Faktor curah hujan yang tergolong tinggi serta tingkat kemampuan menahan air tanah yang rendah mengharuskan pemerintah Jepang membuat bangunan penangkap/penahan air dalam jumlah besar, mulai dari bendungan raksasa sampai ke kolam-kolam penampungan air skala mikro.
Pemerintah Jepang telah menghabiskan banyak biaya untuk pembangunan bendungan dan kolam penampungan air dalam upayanya untuk memaksimalkan penangkapan air hujan. Menurut hasil survey saat ini tercatat lebih dari 2.650 dam (ketinggian >15 m) telah dibangun di Jepang, dengan daya tampung air mencapai 26.9 milyar meter kubik. Selain dam, embung penampung air juga banyak dibangun dengan peruntukan utama untuk mengairi lahan pertanian. Pembangunan waduk dalam jumlah besar tersebut menempatkan Jepang sebagai negara ketiga terbesar di benua Asia dalam hal jumlah bendungan setelah China dan India, atau peringkat pertama dalam hal rasio antara jumlah bendungan per luas wilayah. Pembangunan bendungan dalam jumlah besar tersebut tidak hanya ditujukan untuk keperluan penampungan air saja namun bersifat multifungsi, misalnya untuk pengendalian banjir, tempat pemeliharaan ikan, rekreasi dan lain-lain. Pembangunan bendungan dan kolam penampungan air di Jepang pada satu sisi memberi keuntungan dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan air untuk aktifitas pertanian, industri maupun perumahan.
Proses distribusi air di Jepang didukung oleh jaringan irigasi yang mantap dengan disertai kesadaran yang tinggi dari para petani dalam kegiatan irigasinya. Jaringan irigasi di Jepang sebagian besar terdiri dari line canal dimana semua struktur salurannya dibuat dari beton dan dirancang khusus untuk tahan gempa. Secara umum, bangunan irigasinya terdiri dari bendung yang berfungsi untuk menaikkan air pada ketinggian tertentu untuk kemudian dialirkan ke saluran irigasi melalui bangunan bagi. Bangunan irigasi di Jepang juga dilengkapi dengan sarana drainase yang berfungsi untuk membuang kelebihan air.

Rancangan fasilitas irigasi dan drainase yang sangat kokoh dan lengkap tersebut tentu saja membawa konsekuensi pada meningkatnya jumlah saluran dan biaya konstruksi dan pemeliharaan saluran-saluran tersebut. Berdasarkan hasil survei keberadaan fasilitas irigasi pada tahun 1995, didapatkan bahwa panjang saluran utama dari bangunan irigasi di Jepang tercatat sebesar 40.000 km, dan apabila saluran tersier ikut dimasukkan menjadi 400.000 km . Panjang saluran tersebut tercatat tiga kali lebih besar dari total panjang sungai di Jepang dan dua kali panjang jalan tol negara dan jalan prefektur.

Namun demikian terlepas dari keberhasilan tersebut usahatani di Jepang juga dihadapkan pada permasalahan kelangkaan tenaga kerja di bidang pertanian serta meningkatnya beban petani untuk mengelola aset irigasi yang berbiaya tinggi. Biaya pengelolaan aset irigasi tersebut akan terus membengkak seiring menuanya umur fasilitas tersebut. Oleh karena itu dalam menyiasati permasalahan tersebut, manajemen irigasi di Jepang saat ini lebih diarahkan kepada pemeliharaan dan perawatan aset-aset yang ada dengan disertai perbaikan efisiensi penggunaan air. Selain itu juga dilakukan upaya rasionalisasi terhadap aset yang akan diperbaiki dengan terlebih dahulu mempertimbangkan tingkat keuntungan yang diperoleh terhadap biaya pengeluaran untuk perbaikan fasilitas.

Bookmark and Share

Currently have 1 komentar:

  1. mievta says:

    Saya rasa, perencanaan itu harus diwujudkan dalam tempo dekat. mengingat tingkat kekeringan di berbagai daerah semakin tinggi

Leave a Reply

Posting Komentar